This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, May 30, 2011

Cerita Anak Towjatuwa dan Buaya Sakti

Cerita anak - Pada jaman dahulu, hiduplah seorang lelaki bernama Towjatuwa di tepian sungai Tami daerah Irian Jaya.

Lelaki itu sedang gundah, oleh karena isterinya yang hamil tua mengalami kesulitan dalam melahirkan bayinya. Untuk membantu kelahiran anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang menggunakan batu tajam dari sungai Tami.

Ketika sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara-suara aneh di belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya besar di depannya. Ia sangat ketakutan dan hampir pingsan. Buaya besar itu pelan-pelan bergerak ke arah Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika buaya itu bergerak, binatang itu tampak sangat menakutkan.

Namun saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya itu menyapanya dengan ramah dan bertanya apa yang sedang ia lakukan. Towjatuwapun menceritakan keadaan isterinya. Buaya ajaib inipun berkata: “Tidak usah khawatir, saya akan datang ke rumahmu nanti malam. Saya akan menolong isterimu melahirkan.” Towjatuwa pulang menemui isterinya. Dengan sangat berbahagia, iapun menceritakan perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib.

Malam itu, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itupun memasuki rumah Towjatuwa. Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki dengan selamat. Ia diberi nama Narrowra. Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan tumbuh menjadi pemburu yang handal.

Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar maka Towjatuwa dan keturunannya akan mati. Sejak saat itu, Towjatuwa dan anak keturunannya berjanji untuk melindungi binatang yang berada disekitar sungai Tami dari para pemburu.

Sumber: sesite.niu.edu (Diadaptasi secara bebas dari, Alice M. Terada, “The Magic Crocodile,” The Magic Crocodile and Other Folktales from Indonesia, Honolulu: University of Hawaii Press, 1994, hal 135-142)

Friday, May 27, 2011

Asal Usul Telaga Warna - Cerita Rakyat Jawa Barat

Cerita Rakyat - Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Kutatanggeuhan. Kutatanggeuhan merupakan kerajaan yang makmur dan damai. Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera karena dipimpin oleh raja yang bijaksana. Raja Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya bernama Ratu Purbamanah. Raja dan ratu sangant bijaksana sehingga kerjaan yang dipimpin makmur dan tenteram.

Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.

Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.

Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri yang diberinama Gilang Rukmini . Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.

Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.

Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.

Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.

Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.

Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.

Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.

Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba meledaklah tangis Ratu Purbamanah. Dia sangat sedih melihat kelakuan putrinya.Akhirnya semua pun meneteskan air mata, hingga istana pun basah oleh air mata mereka. Mereka terus menangis hingga air mata mereka membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam tanah pun keluar air yang deras, makin lama makin banyak. Hingga akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.

Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.

Thursday, May 26, 2011

Asal - Usul Selat Bali - Cerita Rakyat Bali

Cerita Rakyat - Pada jaman dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Manik Angkeran. Ayahnya seorang Begawan yang berbudi pekerti luhur, yang bernama Begawan Sidi mantra. Walaupun ayahnya seorang yang disegani oleh masyarakat sekitar dan memiliki pengetahuan agama yang luas, tetapi Manik Angkeran adalah seorang anak yang manja, yang kerjanya hanya berjudi dan mengadu ayam seperti berandalan-berandalan yang ada di desanya.Mungkin ini karena ia telah ditinggal oleh Ibunya yang meninggal sewaktu melahirkannya. Karena kebiasaannya itu, kekayaan ayahnya makin lama makin habis dan akhirnya mereka jatuh miskin.

Walaupun keadaan mereka sudah miskin, kebiasaan Manik Angkeran tidak juga berkurang, bahkan karena dalam berjudi ia selalu kalah, hutangnya makin lama makin banyak dan ia pun di kejar-kejar oleh orang-orang yang dihutanginya. Akhirnya datanglah Manik ketempat ayahnya, dan dengan nada sedih ia meminta ayahnya untuk membayar hutang-hutangnya. Karena Manik Angkeran adalah anak satu-satunya, Begawan Sidi Mantra pun merasa kasihan dan berjanji akan membayar hutang-hutang anaknya.

Maka dengan kekuatan batinnya, Begawan Sidi Mantra mendapat petunjuk bahwa ada sebuah Gunung yang bernama Gunung Agung yang terletak di sebelah timur. Di Gunung Agung konon terdapat harta yang melimpah. Berbekal petunjuk tersebut, pergilah Begawan Sidi Mantra ke Gunung Agung dengan membawa genta pemujaannya.

Setelah sekian lama perjalanannya, sampailah ia ke Gunung Agung. Segeralah ia mengucapkan mantra sambil membunyikan gentanya. Dan keluarlah seekor naga besar bernama Naga Besukih.

“Hai Begawan Sidi Mantra, ada apa engkau memanggilku?” tanya sang Naga Besukih.

“Sang Besukih, kekayaanku telah dihabiskan anakku untuk berjudi. Sekarang karena hutangnya menumpuk, dia dikejar-kejar oleh orang-orang. Aku mohon, bantulah aku agar aku bisa membayar hutang anakku!”

“Baiklah, aku akan memenuhi permintaanmu Begawan Sidi Mantra, tapi kau harus menasehati anakmu agar tidak berjudi lagi, karena kau tahu berjudi itu dilarang agama!”

“Aku berjanji akan menasehati anakku” jawab Begawan Sidi Mantra.

Kemudian Sang Naga Besukih menggetarkan badannya dan sisik-sisiknya yang berjatuhan segera berubah emas dan intan.

“Ambillah Begawan Sidi Mantra. Bayarlah hutang-hutang anakmu. Dan jangan lupa nasehati dia agar tidak berjudi lagi.”

Sambil memungut emas dan intan serta tak lupa mengucapkan terima kasih, maka Begawan Sidi Mantra segera pergi dari Gunung Agung. Lalu pulanglah ia ke rumahnya di Jawa Timur. Sesampainya dirumah, di bayarlah semua hutang anaknya dan tak lupa ia menasehati anaknya agar tidak berjudi lagi.

Tetapi rupanya nasehat ayahnya tidak dihiraukan oleh Manik Angkeran. Dia tetap berjudi dan mengadu ayam setiap hari. Lama-kelamaan, hutang Manik Angkeran pun semakin banyak dan ia pun di kejar-kejar lagi oleh orang-orang yang dihutanginya. Dan seperti sebelumnya, pergilah Manik Angkeran menghadap ayahnya dan memohon agar hutang-hutangnya dilunasi lagi.

Walaupun dengan sedikit kesal, sebagai seorang ayah, Begawan Sidi Mantra pun berjanji akan melunasi hutang-hutang tersebut. Dan segera ia pun pergi ke Gunung Agung untuk memohon kepada Sang Naga Besukih agar diberikan pertolongan lagi.

Sesampainya ia di Gunung Agung, dibunyikannya genta dan membaca mantra-mantra agar Sang Naga Besukih keluar dari istananya.

Tidak beberapa lama, keluarlah akhirnya Sang Naga Besukih dari istananya.

“Ada apa lagi Begawan Sidi Mantra? Mengapa engkau memanggilku lagi?” tanya Sang Naga Besukih.

“Maaf Sang Besukih, sekali lagi aku memohon bantuanmu agar aku bisa membayar hutang-hutang anakku. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi dan aku sudah menasehatinya agar tidak berjudi, tapi ia tidak menghiraukanku.” mohon Begawan Sidi Mantra.

“Anakmu rupanya sudah tidak menghormati orang tuanya lagi. Tapi aku akan membantumu untuk yang terakhir kali. Ingat, terakhir kali.”

Maka Sang Naga menggerakkan tubuhnya dan Begawan Sidi Mantra mengumpulkan emas dan permata yang berasal dari sisik-sisik tubuhnya yang berjatuhan. Lalu Begawan Sidi Mantra pun memohon diri. Dan setiba dirumahnya, Begawan Sidi Mantra segera melunasi hutang-hutang anaknya.

Karena dengan mudahnya Begawan Sidi Mantra mendaptkan harta, Manik Angkeran pun merasa heran melihatnya. Maka bertanyalah Manik Angkeran kepada ayahnya, “Ayah, darimana ayah mendapatkan semua kekayaan itu?”

“Sudahlah Manik Angkeran, jangan kau tanyakan dari mana ayah mendapat harta itu. Berhentilah berjudi dan menyabung ayam, karena itu semua dilarang oleh agama. Dan inipun untuk terakhir kalinya ayah membantumu. Lain kali apabila engkau berhutang lagi, ayah tidak akan membantumu lagi.”

Tetapi ternyata Manik Angkeran tidak dapat meninggalkan kebiasaan buruknya itu, ia tetap berjudi dan berjudi terus. Sehingga dalam waktu singkat hutangnya sudah menumpuk banyak. Dan walaupun ia sudah meminta bantuan ayahnya, ayahnya tetap tidak mau membantunya lagi. Sehingga ia pun bertekad untuk mencari tahu sumber kekayaan ayahnya.

Bertanyalah ia kesana kemari, dan beberapa temannya memberitahu bahwa ayahnya mendapat kekayaan di Gunung Agung. Karena keserakahannya, Manik Angkeran pun mencuri genta ayahnya dan pergi ke Gunung Agung.

Sesampai di Gunung Agung, segeralah ia membunyikan genta tersebut. Mendengar bunyi genta, Sang Naga Besukih pun merasa terpanggil olehnya, tetapi Sang Naga heran, karena tidak mendengar mantra-mantra yang biasanya di ucapkan oleh Begawan Sidi Mantra apabila membunyikan genta tersebut.

Maka keluarlah San Naga untuk melihat siapa yang datang memangilnya.

Setelah keluar, bertemulah Sang Naga dengan Manik Angkeran. Melihat Manik Angkeran, Sang Naga Besukih pun tidak dapat menahan marahnya.

“Hai Manik Angkeran! Ada apa engkau memanggilku dengan genta yang kau curi dari ayahmu itu?”

Dengan sikap memelas, Manik pun berkata “Sang Naga bantulah aku. Berilah aku harta yang melimpah agar aku bisa membayar hutang-hutangku. Kalau kali ini aku tak bisa membayarnya, orang-orang akan membunuhku. Kasihanilah aku.”

Melihat kesedihan Manik Angkeran, Sang Naga pun merasa kasihan.

“Baiklah, aku akan membantumu.” jawab Sang Naga Besukih.

Setelah memberikan nasehat kepada Manik Angkeran, Sang Naga segera membalikkan badannya untuk mengambil harta yang akan diberikan ke Manik Angkeran. Pada saat Sang Naga membenamkan kepala dan tubuhnya kedalam bumi untuk mengambil harta, Manik Angkeran pun melihat ekor Sang Naga yang ada dipemukaan bumi dipenuhi oleh intan dan permata, maka timbullah niat jahatnya. Manik Angkeran segera menghunus keris dan memotong ekor Sang Naga Besukih. Sang Naga Besukih meronta dan segera membalikkan badannya. Akan tetapi, Manik Angkeran telah pergi. Sang Naga pun segera mengejar Manik ke segala penjuru, tetapi ia tidak dapat menemukan Manik Angkeran, yang ditemui hanyalah bekas tapak kaki Manik Angkeran.

Maka dengan kesaktiannya, Sang Naga Besukih membakar bekas tapak kaki Manik Angkeran. Walaupun Manik Angkeran sudah jauh dari Sang Naga, tetapi dengan kesaktian Sang Naga Besukih, ia pun tetap merasakan pembakaran tapak kaki tersebut sehingga tubuh Manik Angkeran terasa panas sehingga ia rebah dan lama kelamaan menjadi abu.

Di Jawa Timur, Begawan Sidi Mantra sedang gelisah karena anaknya Manik Angkeran telah hilang dan genta pemujaannya juga hilang. Tetapi Begawan Sidi Mantra tahu kalau gentanya diambil oleh anaknya Manik Angkeran dan merasa bahwa anaknya pergi ke Gunung Agung menemui Sang Naga Besukih. Maka berangkatlah ia ke Gunung Agung.

Sesampainya di Gunung Agung, dilihatnya Sang Naga Besukih sedang berada di luar istananya. Dengan tergesa-gesa Begawan Sidi Mantra bertanya kepada Sang Naga Besukih “Wahai Sang Besukih, adakah anakku Manik Angkeran datang kemari?”

“Ya, ia telah datang kemari untuk meminta harta yang akan dipakainya untuk melunasi hutang-hutangnya. Tetapi ketika aku membalikkan badan hendak mengambil harta untuknya, dipotonglah ekorku olehnya. Dan aku telah membakarnya sampai musnah, karena sikap anakmu tidak tahu balas budi itu. Sekarang apa maksud kedatanganmu kemari, Begawan Sidi Mantra?”

“Maafkan aku, Sang Besukih! Anakku Cuma satu, karena itu aku mohon agar anakku dihidupkan kembali.” mohon Sang Begawan.

“Demi persahabatan kita, aku akan memenuhi permintaanmu. Tapi dengan satu syarat, kembalikan ekorku seperti semula.” kata Sang Naga Besukih.

“Baiklah, aku pun akan memenuhi syaratmu!” jawab Begawan Sidi Mantra.

Maka dengan mengerahkan kekuatan mereka masing-masing, Manik Angkeran pun hidup kembali. Demikian pula dengan ekor Sang Naga Besukih bisa kembali utuh seperti semula.

Dinasehatinya Manik Angkeran oleh Sang Naga Besukih dan Begawan Sidi Mantra secara panjang lebar dan setelah itu pulanglah Begawan Sidi Mantra ke Jawa Timur. Tetapi Manik Angkeran tidak boleh ikut pulang, ia harus tetap tinggal di sekitar Gunung Agung. Karena Manik Angkeran sudah sadar dan berubah, ia pun tidak membangkang dan menuruti perintah ayahnya tersebut.

Dan dalam perjalanan pulangnya, ketika Begawan Sidi Mantra sampai di Tanah Benteng, di torehkannya tongkatnya ke tanah untuk membuat batas dengan anaknya. Seketika itu pula bekas torehan itu bertambah lebar dan air laut naik menggenanginya. Dan lama kelamaan menjadi sebuah selat. Selat itulah yang sekarang di beri nama “Selat Bali”.

Sumber: bali-directory.com

Wednesday, May 25, 2011

Cerita Motivasi - Pohon Apel

Cerita Motivasi - Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.

“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.
Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Monday, May 23, 2011

Legenda Dracula - Asal Usul Drakula

Drakula adalah tokoh fiksi ciptaan Bram Stoker dalam novelnya Dracula yang diterbitkan pada tahun 1897. Drakula adalah seorang vampir yang diceritakan berasal dari kota Transylvania yang berada di Rumania. Kelemahan Drakula ialah sinar matahari, benda terbuat dari perak, dan bawang putih. Tokoh ini kemungkinan terinspirasi Raja Vlad III yang memerintah Walakia pada abad ke-15 dengan tangan besi.
Sejarah Drakula (vlad III)

Selama perang salib, wallachia menjadi rebutan antara kerajaan Hungaraia dan Turki Ottoman, pada masa Vlad II berkuasa di wallachia,Vlad II mempunya tiga orang anak, Mircea, Drakula, dan Randu, Vlad II memihak kerajaan Hungaria.Namun setelah dilengserkan oleh Sigismund (Raja dari kerajaan Hungaria) dan kemudian digantikan oleh John Hunyandi, Vlad II memihak kepada kesultanan Turki Ottoman, sebagai jaminan kesetiaannya kepada kesultanan Turki ottoman, Vlad II mengirimkan Drakula dan Randu ke Turki.
Riwayat Drakula

Vlad Tsepes III (1431 – 1475 M) atau yang lebih populer dengan nama Drakula dilahirkan di Transylvania, Rumania. Ia merupakan anak Ke 2 dari Vlad II dan Cneajna, seorang putri dari Moldavia

Masa kecil Drakula memang tidak berlangsung lama, diusianya yang ke 11 ia harus menjadi jaminan kesetian ayahnya kepada kesultanan Turki ottoman, ia dan adiknya Randu harus dikirim ke Turki.
Awal Kekuasaan Drakula

Setelah perang Verna, terjadi konflik antara Vlad II dan John Hunyadi, yang berujung pada kematian Vlad II dan Mircea, kakak Drakula. Melihat perubahan politik di Wallachia tersebut, maka sultan Turki ottoman Mehmed II mengirimkan Drakula pulang ke wallachia untuk merebut tahta.

Drakula kembali ke Wallacia dengan di kawal 8000 prajurit Turki ottoman. sesampainya di Tirgoviste (ibu kota wallachia) terjadi pertempuran antara pasukan Vlasdisav dengan pasukan Drakula, yang akhirnya di menangkan oleh pasukan Drakula dan menempatkan Drakula sebagai penguasa Wallachia.
Awal Kekejaman Drakula

Setelah berhasil menduduki tahta, Drakula membantai prajurit Turki ottoman yang tersisa dengan cara di sula, hal tersebut menjadi salah satu penyebab permusuhan antara Drakula dan Sultan Mehmed II.
metode sula

metode sula

Sebagai panglima salib di Wallachia, Drakula telah membantai kurang lebih 23.000 umat islam baik tentara maupun rakyat, dengan peperangan maupun dengan metode sula (impaler), dalam ukiran kayu jerman abad 15, ada bukti kekejaman Vlad 3, penyulaan massal dengan korban ribuan, setelah tindakan tersebut Drakula mengirimkan surat kepada raja Hungaria saat itu (Matthias Corvinus) untuk meminta dukungan dari kerajaan Hungaria untuk melawan Turki Ottoman.
Serangan Tengah Malam (The Night Attack)

Tindakan Drakula yang membantai 23.000 tentara Turki Ottoman, membuat sultan Mehmed II menyatakan perang kepada Drakula. Pada tanggal 17 Mei 1462 M Sultan Mehmed II (sang penakluk konstatinopel) mengirimkan 60.000 tentara ditambah 30.000 tentara non reguler. Sedangkan tentara Dracula mencapai 30.000 prajurit, melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, Drakula melakukan strategi perang gerilya

Pada serangan tengah malam pasukan Drakula yang berkekuatan 10.000 orang berhasil mendesak pasukan Turki ottoman, tetapi dapat dipukul mundur pada saat fajar tiba, atas kekalahan tersebut pasukan Drakula mundur ke benteng Poenari, Drakula melarikan diri dari kepungan pasukan Turki ottoman yang di pimpin oleh Randu (adik kandung Drakula) ke Hungaria, dengan melarikandirinya Drakula, Randu dengan mudah merebut benteng Poenari dan merebut tahta Wallachia.
Kematian Drakula

Pada Desember 1476 Terjadi pertempuran antara pasukan salib dengan dengan pasukan muslim (Turki ottoman) dimana pertempuran tersebut terjadi di daerah Snagov, dalam pertempuran tersebut pasukan Drakula dapat dikalahkan, dan Drakula (Vlad III) tewas dalam pertempuran tersebut, kepalanya di penggal dan di bawa ke Turki sebagai bukti kematiannya.

Sumber: wikipedia.org

Friday, May 20, 2011

Dongeng Burung Gagak dan Sebuah Kendi

Cerita Rakyat memang banyak sekali ragamnya dimana banyak sekali yang ingin mengajari atau mengenalkan anaknya tentang kebudayaan bangsa dan juga dengan selalu diberikan Banyak dongeng atau cerita rakyat maka akan menambah daya ingat dan kecerdasan anak kita, untuk itu baca saja Dongeng Burung Gagak dan Sebuah Kendi di bawah ini.


Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit.

Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.

Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang burung Gagak.

Walaupun sedikit, pengetahuan bisa menolong diri kita pada saat yang tepat.

Wednesday, May 18, 2011

Cerita Rakyat Semangka Emas

Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.
Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya. Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak.

Muzakir langsung membeli peti besi. Uang bagiannya dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang, bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa terbahak-bahak melihat orang miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau pergi dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajiannya untuk mengusirnya. Orang-orang miskin kemudian berduyun-duyun datang ke rumah Dermawan.

Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin dengan senang hati. Mereka dijamunya makan dan diberi uang karena ia merasa iba melihat orang miskin dan melarat. Lama kelamaan uang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja. Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian. Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh itu. Muzakir telah membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya.

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan," kata Dermawan. "Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu," katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.

Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya.

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya. Tentulah ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran semangka ini luar biasa besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah mengangkatnya dengan kedua belah tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.

Keesokan harinya Dermawan memberli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang kisahnya.

Mengetahui hal tersebut, MUzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun tak ditemukan. MUzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.

Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Ketika dipanen, dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil menjerit-jerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.

diceritakan kembali oleh Hendy Lie

(diolah dari Cerita Rakyat dari Kalimantan Barat 2, Syahzaman, PT.Grasindo, 1995)

Tuesday, May 10, 2011

Panji Semirang - Cerita Rakyat Jawa Timur

Tersebutlah sebuah kerajaan bernama Jenggala, dengan putra mahkotanya bernama Raden Inu Kertapati. Dia berwajah rupawan, badannya tegap, dan sangat ramah kepada siapa saja, tanpa memandang status dan jabatannya. Dia sudah bertunangan dengan Dewi Candra Kirana, putri Kerajaan Kediri.

Suatu waktu, Raden Inu Kertapati berangkat ke Kerajaan Kediri untuk menemui tunangannya. Rombongannya lengkap dengan perbekalan dan pengawal yang siap siaga.

Di tengah perjalanan, rombongan Raden Inu diberhentikan oleh gerombolan dari Negeri Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang. Melihat ada orang yang menyuruhnya berhenti Raden Inu bersiap-siap seandainya harus bertempur. Akan tetapi gerombolan tersebut tidak menyerang mereka. Mereka hanya meminta Raden Inu untuk bertemu dengan pemimpinnya, Panji Semirang.

Tanpa rasa takut Raden Inu menemui Panji Semirang, yang menyambutnya dengan ramah, sehingga Raden Inu bertanya, “Rupanya engkau tidak seperti yang selama ini diceritakan orang-orang, wahai Panji Semirang?”. Panji Semirangpun mengatakan bahwa selama ini dia hanya mengundang rombongan untuk bertemu dengannya, siapa yang tidak berkenan, maka tidak dipaksa.

Akhirnya Raden Inu melanjutkan perjalanannya, setelah menceritakan bahwa dia sedang menuju Negeri Kediri, untuk menemui calon istrinya, Dewi Candra Kirana.

Radin Inu baru pertama kali bertemu dengan Panji Semirang. Namun selama pertemuan tersebut dia merasa seperti sudah mengenalnya sebelumnya, sehingga langsung merasa akrab. Hanya saja Raden Inu tidak dapat mengingat kapan dan di mana dia mengenal Panji Semirang. Setelah merasa cukup berbincang-bincang dengan Panji Semirang, Raden Inupun melanjutkan perjalanannya menuju Kediri.

Tiba di Kediri, rombongan Raden Inu disambut dengan meriah. Bahkan selir Raja Kediri bernama Dewi Liku yang memiliki putri bernama Dewi Ajeng ikut menyambut kehadiran Raden Inu Kertapati. Hanya saja Raden Inu tidak melihat kehadiran Dewi Candra Kirana. Ketika Raden Inu menanyakan keberadaan Dewi Candra Kirana, Dewi Ajeng mengatakan bahwa Dewi Candra Kirana menderita sakit ingatan dan sudah pergi lama dari kerajaan.

Mendengar keterangan kepergian Dewi Candra Kirana, Raden Inu kaget sekali sehingga jatuh pingsan. Iapun segera dibawa masuk ke dalam istana. Memanfaatkan kesempatan ini, dan dengan tipu muslihatnya, akhirnya Dewi Liku berhasil memperdaya Raja Kediri sehingga menikahkan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng. Menjelang acara pernikahan ini segala macam persiapan diperintahkan oleh Raja Kediri, pesta yang sangat meriah.

Rupanya rencana jahat Dewi Liku tidak berhasil. Tiba-tiba terjadi kebakaran hebat yang menghancurkan seluruh persiapan pernikahan tersebut. Melihat kejadian tersebut, Raden Inu dan rombonganpun meninggalkan istana, dan setelah berada jauh dari istana, diapun tersadar dan teringat kembali dengan Dewi Candra Kirana, yang sangat mirip sekali dengan Panji Semirang. Dia berpikir bahwa bisa jadi Panji Semirang adalah Dewi Candra Kirana. Kemudian dia dan seluruh rombongannya menuju Negeri Asmarantaka, tempat Panji Semirang berada.

Rupanya Panji Semirang sudah meninggalkan negeri tersebut. Tanpa putus asa, Raden Inu mencari keberadaan Panji Semirang hingga akhirnya tibalah mereka di Negeri Gegelang, yang rajanya masih kerabat dari Raja Jenggala. Di Negeri Gegelang ini Radn Inu disambut dengan gembira. Rupanya, Negeri Gegelang sedang menghadapi kesulitan, yaitu sedang diganggu oleh gerombolan perampok yang dipimpin oleh Lasan dan Setegal. Akhirnya, Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan pasukan dari Negeri Gegelang menghadapi para perampok. Raden Inu mengerahkan segenap kemampuannya menghadapi perampok tersebut, dan berhasil mengalahkannya hingga pimpinan perampok tersebut mati.

Pesta tujuh hari tujuh alam diadakan untuk menyambut kemenangan Raden Inu Kertapati dan pasukannya. Pada malam terakhir pesta tersebut Raja memanggil seorang ahli pantun, seorang pemuda bertubuh gemulai. Pantun yang dibawakannya berisi cerita perjalanan hidup Dewi Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati, hal yang membuat Raden Inu menjadi sangat penasaran sehingga akhirnya menyelediki siapa sebenarnya ahli pantun tersebut. Selidik punya selidik, rupanya rupanya ahli pantun tersebut memang adalah Panji Semirang alias Dewi Candra Kirana. Dewi Candra Kirana bercerita bahwa memang Dewi Liku yang membuatnya hilang ingatan hingga akhirnya keluar dari istana Daha. Dia disembuhkan oleh seorang pertapa yang memiliki kemampuan mengobati berbagai penyakit.

Setelah semua misteri terungkap jelas, akhirnya Raden Inu Kertapati kembali ke Negeri Jenggala untuk melangsungkan pernikahan meriah, dan menjadi sepasang suami istri yang hidup berbahagia.

Monday, May 2, 2011

Cerita rakyat Kota Cianjur

Konon, di suatu daerah di Jawa Barat, sekitar daerah Cianjur, hiduplah seorang lelaki yang kaya raya. Kekayaannya meliputi seluruh sawah dan ladang yang ada di desanya. Penduduk hanya menjadi buruh tani yang menggarap sawah dan ladang lelaki kaya tersebut. Sayang, dengan kekayaannya, lelaki tersebut menjadi orang yang sangat susah menolong, tidak mau memberi barang sedikitpun, sehingga warga sekelilingnya memanggilnya dengan sebutan Pak Kikir. Sedemikian kikirnya, bahkan terhadap anak lelakinya sekalipun.

Di luar sepengetahuan ayahnya, anak Pak Kikir yang berperangai baik hati sering menolong orang yang membutuhkan pertolongannya.

Salah satu kebiasaan di daerah tersebut adalah mengadakan pesta syukuran, dengan harapan bahwa panen di musim berikutnya akan menjadi lebih baik dari panen sebelumnya. Karena ketakutan semata, Pak Kikir mengadakan pesta dengan mengundang para tetangganya. Tetangga Pak Kikir yang diundang berharap akan mendapat jamuan makan dan minum yang menyenangkan. Akan tetapi mereka hanya bisa mengelus dada manakala jamuan yang disediakan Pak Kikir hanya ala kadarnya saja, dengan jumlah yang tidak mencukupi sehingga banyak undangan yang tidak dapat menikmati jamuan. Diantara mereka ada yang mengeluh,”Mengundang tamu datang ke pesta, tapi jamuannya tidak mencukupi! sungguh kikir orang itu”. Bahkan ada yang mendoakan yang tidak baik kepada Pak Kikir karena kekikirannya tersebut.

Di tengah-tengah pesta, datanglah seorang nenek tua renta, yang langsung meminta sedekah kepada Pak Kikir. “Tuan, berilah saya sedekah dari harta tuan yang berlimpah ini”, kata sang nenek dengan terbata-bata. Bukannya memberi, Pak Kikir malah menghardik nenek tersebut dengan ucapan yang menyakitkan hati, bahkan mengusirnya.

Dengan menahan sakit hati yang sangat mendalam, nenek tersebut akhirnya meninggalkan tempat pesta yang diadakan Pak Kikir. Sementara itu, karena tidak tega menyaksikan kelakuan ayahnya, anak Pak Kikir mengambil makanan dan membungkusnya. Kemudian dengan sembunyi-sembunyi dia mengikuti si nenek tersebut hingga di ujung desa. Makanan tersebut diserahkannya kepada sang nenek.

Mendapatkan makanan yang sedemikian diharapkannya, sang nenekpun memakannya dengan lahap. Selesai makan, dia mengucapkan terima kasih dan mendoakan anak Pak Kikir agar menjadi orang yang hidup dengan kemuliaan. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya hingga tibalah di salahsatu bukit yang dekat dengan desa tersebut.

Dari atas bukit, dia menyaksikan satu-satunya rumah yang paling besar dan megah adalah rumah Pak Kikir. Mengingat apa yang dialaminya sebelumnya, maka kemarahan sang nenek kembali muncul, sekali lagi dia mengucapkan doa agar Pak Kikir yang serakah dan kikir itu mendapat balasan yang setimpal. Kemudian dia menancapkan tongkat yang sejak tadi dibawanya, ke tanah tempat dia berdiri, kemudian dicabutnya lagi tongkat tersebut. Aneh bin ajaib, dari tempat ditancapkannya tongkat tersbut kemudian mencarlah air yang semakin lama semakin besar dan banyak, dan mengalir tepat ke arah desa Pak Kikir.

Menyaksikan datangnya air yang seperti air bah, beberapa warga desa yang kebetulan berada dekat dengan bukitpun berteriak saling bersahutan mengingatkan warga desa, “banjir!!!”

Penduduk desa kemudian menjadi panik, dan saling berserabutan ke sana ke mari. Ada yang segera mengambil harta yang dimilikinya, ada yang segera mencari dan mengajak sanak keluarganya untuk mengamankan diri. Melihat kepanikan tersebut, anak Pak Kikir segera menganjurkan para penduduk untuk segera meninggalkan rumah mereka. “Cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman” katanya memerintahkan. Dia menyuruh warga untuk meninggalkan segala harta sawah dan ternak mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa masing-masing.

Sementara itu, Pak Kikir yang sangat menyayangi hartanya tidak mau begitu saja pergi ke bukit sebagaimana anjuran anaknya. Di berpikir bahwa apa yang dimilikinya bisa menyelematkannya. Dia tidak mau diajak pergi, walau air semakin naik dan menenggelamkan segala apa yang ada di desa tersebut. Ajakan anaknya untuk segera pergi dibalas dengan bentakan dan makian yang sungguh tidak enak didengar. Akhirnya anak Pak Kikir meninggalkan ayahnya yang sudah tidak bisa dibujuk lagi.

Warga yang selamat sungguh bersedih meliaht desanya yang hilang bak ditelan air banjir. Tetapi mereka bersyukur karena masih selamat. Kemudian bersama-sama mereka mencari tempat tinggal baru yang aman. Atas jasa-jasanya, anak Pak Kikirpun diangkat menjadi pemimpin mereka yang baru.

Dengan dipimpin pemimpin barunya, warga bersepakat untuk membagi tanah di daerah baru tersebut untuk digarap masing-masing. Anak Pak Kikirpun mengajarkan mereka menanam padi dan bagaimana caranya menggarap sawah yang kemudian dijadikan sawah tersebut. Warga selalu menuruti anjuran pemimpin mereka, sehingga daerah ini kemudian dinamakan Desa Anjuran.

Desa yang kemudian berkembang menjadi kota kecil inipun kemudian dikenal sebagai Kota Cianjur.

Sunday, May 1, 2011

ALLAH TELAH MENGAMPUNI DOSA AL KIFLI

ALLAH TELAH MENGAMPUNI DOSA AL-KIFLI

Al-Kifli adalah seorang pemuda Bani Israil, yang tak pernah lepas dari dunia maksiat. Suatu ketika ia tertarik dengan kecantikan seorang wanita. Lalu ia memberikan uang kepada wanita itu sebanyak 60 dinar.

Ketika dalam posisi sebagaimana seorang suami menggauli isterinya, tiba-tiba wanita itu gemetar. Al-Kifli bertanya, "Apakah aku memaksamu melakukan ini?" Wanita itu menjawab, "Tidak, hanya saja perbuatan ini belum pernah aku lakukan seumur hidupku. Aku lakukan ini semata-mata demi memenuhi kebutuhan hidupku."

Al-Kifli berkata, "Berarti kamu takut kepada Allah untuk memenuhi ajakanku ini sementara aku tidak takut kepadaNya." Kemudian al-Kifli meninggalkan wanita tersebut dan menghadiahkan uang tersebut kepadanya.

Ia berkata, "Al-Kifli tidak akan pernah bermaksiat lagi kepada Allah." Pada malam hari itu ia mati sementara keesokan harinya di pintu rumahnya terdapat tulisan bahwa Allah telah mengampuni dosa al-Kifli. (Nurul Iqtibas, hal 36.)

sumber : 99 Kisah Orang Shalih

Saat penjaga Arasy lupa dengan bacaanya

Saat Penjaga Arasy lupa dengan bacaan "TASBIH & TAHMIDNYA"


Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW sedang tawaf di Kakbah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.

Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”

“Belum,” jawab orang itu.

“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.

“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.

Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”

Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.

Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.

Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”

Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”

Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”

Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”

Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.

Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”

Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.

sumber :dari berbagai sumber