This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday, April 14, 2011

Cerita Anak - Suri Ikun dan dua Burung

cerita anak - Pada jaman dahulu, di pulau Timor hiduplah seorang petani dengan isteri dan empat belas anaknya. Tujuh orang anaknya laki-laki dan tujuh orang perempuan. Walaupun mereka memiliki kebun yang besar, hasil kebun tersebut tidak mencukupi kebutuhan keluarga tersebut. Sebabnya adalah tanaman yang ada sering dirusak oleh seekor babi hutan.

Petani tersebut menugaskan pada anak laki-lakinya untuk bergiliran menjaga kebun mereka dari babi hutan. Kecuali Suri Ikun, keenam saudara laki-lakinya adalah penakut Rata Penuhdan dengki. Begita mendengar dengusan babi hutan, maka mereka akan lari meninggalkan kebunnya.

Lain halnya dengan Suri Ikun, begitu mendengar babi itu datang, ia lalu mengambil busur dan memanahnya. Setelah hewan itu mati, ia membawanya kerumah. Disana sudah menunggu saudara-saudaranya.

Saudaranya yang tertua bertugas membagi- bagikan daging babi hutan tersebut. Karena dengkinya, ia hanya memberi Suri Ikun kepala dari hewan itu. Sudah tentu tidak banyak daging yang bisa diperoleh dari bagian kepala.

Selanjutnya, ia meminta Suri Ikun bersamannya mencari gerinda milik ayahnya yang tertinggal di tengah hutan. Waktu itu hari sudah mulai malam.

Hutan tersebut menurut cerita di malam hari dihuni oleh para hantu jahat. Dengan perasaan takut iapun berjalan mengikuti kakaknya. Ia tidak tahu bahwa kakaknya mengambil jalan lain yang menuju kerumah.

Tinggallah Suri Ikun yang makin lama makin masuk ke tengah hutan. Berulang kali ia memanggil nama kakaknya. Panggilan itu dijawab oleh hantu-hantu hutan. Mereka sengaja menyesatkan Suri Ikun.

Setelah berada ditengah- tengah hutan lalu, hantu-hantu tersebut menangkapnya. Ia tidak langsung dimakan, karena menurut hantu-hantu itu ia masih terlalu kurus.

Ia kemudian dikurung ditengah gua. Ia diberi makan dengan teratur. Gua itu gelap sekali. Namun untunglah ada celah disampingnya, sehingga Suri Ikun masih ada sinar yang masuk ke dalam gua.

Dari celah tersebut Suri Ikun melihat ada dua ekor anak burung yang kelaparan. Iapun membagi makanannya dengan mereka. Setelah sekian tahun, burung- burung itupun tumbuh menjadi burung yang sangat besar dan kuat. Mereka ingin mem- bebaskan Suri Ikun.

Pada suatu ketika, hantu-hantu itu membuka pintu gua, dua burung tersebut menyerang dan mencederai hantu hantu tersebut. Lalu mereka menerbangkan Suri Ikun ke daerah yang berbukit-bukit tinggi.

Dengan kekuatan gaibnya, Burung-burung tersebut menciptakan istana lengkap dengan pengawal dan pelayan istana. Disanalah untuk selanjutnya Suri Ikun berbahagia.

(Diadaptasi bebas dari Ny. S.D.B. Aman,"Suri Ikun and The Two Birds," Folk Tales From Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1976).

Tuesday, April 12, 2011

Ceritan Anak - Raja Hutan

Cerita Anak - Kita sering terheran dengan simbol-simbol mitologi China karena di mana pun di dunia, raja dari segala binatang adalah singa, bukan macan. Konon, menurut legenda China pada zaman dahulu kala, singa termasuk salah satu shio dari 12 binatang dalam kepercayaan masyarakat China. Tidak ada macan.

Karena singa itu terlalu kejam, Dewa Utama mau menyingkirkan singa dari struktur shio. Tetapi Dewa Utama tidak bisa begitu saja melakukannya karena singa adalah raja dari segala raja binatang. Kalau singa mau disingkirkan, perlu binatang baru untuk mengontrol binatang-binatang yang ada. Dia teringat sama macan.

Macan sendiri adalah makhluk yang tidak penting di dunia manusia, lanjut legenda yang ada. Namun, ketika macan belajar keahlian bertarung dari kucing, sang macan menjadi ksatria gagah berani. Semua binatang yang menantang dia akan mati atau luka parah sekali. Macan yang selalu menang dalam perkelahian menjadi terkenal karena keahliannya.

Karena macan menjadi sangat terkenal, Dewa Utama memanggilnya ke kahyangan. Setibanya di sana, macan pun berhasil mengalahkan semua ksatria Dewa Utama. Setelah memenangkan semua pertempuran, macan pun menjadi salah satu ksatria penting Dewa Utama.

Aksara raja

Namun, setelah macan menjadi salah satu ksatria penting Dewa Utama, binatang-binatang di dunia mulai menyerang manusia karena kurangnya pengawasan. Berbagai kejadian telah menarik perhatian Dewa Utama, dan kemudian memerintahkan turun ke bumi untuk melindungi umat manusia.

Macan kemudian meminta persyaratan untuk setiap perkelahian yang dimenangkan, ia ingin mendapat penghargaan. Permintaannya dikabulkan oleh Dewa Utama. Setelah tiba di bumi, macan mempelajari kalau singa, beruang, dan kuda adalah binatang paling kuat. Macan menantang semua dan menang.

Ketika berbagai makhluk jahat mendengar kemenangan macan, semua bersembunyi di hutan yang tidak berpenghuni dan tidak pernah terlihat lagi. Seluruh umat manusia berterima kasih kepada macan karena mengalahkan makhluk-makhluk jahat.

Macan pun kembali ke kahyangan. Karena macan telah menang tiga kali, Dewa Utama menempatkan tiga garis utama di kening sang macan. Lewat beberapa waktu, dunia kembali dikacaukan oleh seekor kura-kura yang memiliki kekuatan magis jahat. Bumi dibanjiri air bah oleh kura-kura tersebut.

Macan kembali dikirim ke bumi dan membunuh kura-kura jahat tersebut. Dewa Utama kemudian memberikan penghargaan dengan menambah garis horizontal di tengah tiga garis yang dihadiahkan di kening macan. Penambahan garis ini membentuk aksara China ”wang” yang berarti raja. Aksara kanji ”wang” ini sampai sekarang masih terlihat di kening macan.

Ketika Dewa Utama mendengar kebrutalan singa di dunia, diputuskan status shio singa dicopot dan macan dipilih untuk menggantikan singa dalam strata shio kepercayaan China. Selain memiliki status shio, macan pun dinobatkan sebagai raja dari segala binatang. Macan dalam legenda China disimbolkan sebagai peredam kekacauan yang terjadi di bumi.(rlp)

Sumber: Kompas

Sunday, April 10, 2011

Cerita Rakyat - Buaya Ajaib

Cerita Rakyat - Pada jaman dahulu, hiduplah seorang lelaki bernama Towjatuwa di tepian sungai Tami daerah Irian Jaya. Lelaki itu sedang gundah, oleh karena isterinya yang hamil tua mengalami kesulitan dalam melahirkan bayinya. Untuk membantu kelahiran anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang menggunakan batu tajam dari sungai Tami.

Ketika sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara-suara aneh di belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya besar di depannya. Ia sangat ketakutan dan hampir pingsan. Buaya besar itu pelan-pelan bergerak ke arah Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika buaya itu bergerak, binatang itu tampak sangat menakutkan.

Namun saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya itu menyapanya dengan ramah dan bertanya apa yang sedang ia lakukan. Towjatuwapun menceritakan keadaan isterinya. Buaya ajaib inipun berkata: "Tidak usah khawatir, saya akan datang ke rumahmu nanti malam. Saya akan menolong isterimu melahirkan." Towjatuwa pulang menemui isterinya. Dengan sangat berbahagia, iapun menceritakan perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib.

Malam itu, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itupun memasuki rumah Towjatuwa. Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki dengan selamat. Ia diberi nama Narrowra. Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan tumbuh menjadi pemburu yang handal.

Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar maka Towjatuwa dan keturunannya akan mati. Sejak saat itu, Towjatuwa dan anak keturunannya berjanji untuk melindungi binatang yang berada disekitar sungai Tami dari para pemburu.

(Diadaptasi secara bebas dari, Alice M. Terada, "The Magic Crocodile," The Magic Crocodile and Other Folktales from Indonesia, Honolulu: University of Hawaii Press, 1994, hal 135-142)

Friday, April 8, 2011

Kisah Abu Nawas - Botol Ajaib

Kisah Abu Nawas - Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.

Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas.

"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.

"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"

"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu.

"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.

"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.

"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.

"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

"Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.

Thursday, April 7, 2011

Cerita Abu Nawas - Hadiah Bagi Tebakan Jitu

Cerita Abu Nawas - Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para

penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya.

Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhirakhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.

"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin tahu.

"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." kata Baginda.

"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."
"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.

"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit pun perasaan ragu, "Tuanku yang mulia," lanjut Abu Nawas ’ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas."

Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.

"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?"

"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.

"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.
"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab Abu Nawas meyakinkan.

Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan istrinya uang yang cukup banyak.

Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.

Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.

"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"

Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.

Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri

"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"

"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.

"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."

"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.

"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.

"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."

Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,

"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.

Wednesday, April 6, 2011

Cerita Abu Nawas - Ibu

Cerita Abu Nawas - Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil abu nawas. abu nawas hadir menggantikan hakim. abu nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin abu nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.

Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. abu nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian abu nawas melanjutkan dialog.

“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.

“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” kata abu nawas mengancam.

Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.

“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. abu nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. abu nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan abu nawas. Dan sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari abu nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi abu nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.

Tuesday, April 5, 2011

Cerita Abu Nawas - Pintu Akhirat

Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.

Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.

"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,

"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"

Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.

Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri

"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"

"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."

"Sebutkan syarat itu." kata Baginda Raja.

"Hamba morion Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."

"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.

"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.

"Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."

Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.

Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi, "Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.

Monday, April 4, 2011

Cerita anak - Mirah, Singa Betina Dari Marunda

Pada suatu malam, centeng-centeng di rumah Babah Yong di Kemayoran terkapar di lantai. Babah Yong sendiri terikat di tiang ruang tengah. Perabot rumah berantakan. Barang-barang berharga dibawa kabur kawanan perampok.

Malam itu juga, Tuan Ruys penguasa daerah Kemayoran segera datang mempelajari bekas-bekas perampokan. Di situ juga Nadir Bek Kemayoran. Petugas lain yang ikut sibuk adalah para opas.

“Tangkap Asni!” perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran. Keesokan harinya seorang pemuda yang gagah sudah diborgol dan ditahan di kantor Opas Kemayoran. Bek Kemayoran melaporkan hasil tangkapannya kepada Tuan Ruys.

“Langsung saja masukkan ke penjara, Saeyan!” perintah Tuan Ruys kepada Bek Kemayoran.

Asni keberatan dimasukkan ke penjara. Dia menjelaskan bahwa dia tidak berbuat apa-apa. Malam itu dia di rumah. Dia tidak pergi ke mana-mana. Saksinya juga berkata kalau malam itu Asni di rumah.

Setelah diselidiki dengan teliti, akhirnya Asni dilepas kembali, tidak jadi dimasukkan ke penjara.

Namun, ada syaratnya, yaitu dia harus sanggup menangkap perampok sebenarnya. Kalau tidak berhasil, dia akan dijebloskan kembali ke penjara.

Sementara itu, di Marunda ada seorang gadis remaja cantik bernama Mirah. Ibunya sudah lama meninggal, saat dia berusia tiga tahun. Bapaknya, Bang Bodong, belum mau menikah lagi. Dia selalu teringat istrinya yang tercinta. Oleh karena itu, Bang Bodong sangat menyayangi Mirah. Dia asuh Mirah dengan baik. Mirah dididik dengan penuh kesabaran agar kelak menjadi wanita yang dapat dibanggakan. Anehnya, Mirah lebih suka bermain dengan kawankawan lelaki. Dia senang mendayung sampai ke muara atau berenang tiap hari di Sungai Blencong. Tidak aneh kalau Mirah sering adu renang dari seberang sungai ke seberang lainnya.

Selain itu, Mirah juga tertarik pada ilmu silat. Dia bergabung dengan kawan-kawan lelakinya untuk berlatih silat. Dia bukan saja berbakat, tetapi juga pemberani. Melihat hal itu Bang Bodong melatih sendiri putrinya dengan lebih tekun. Dalam waktu singkat, ketangkasan Mirah sangat mengesankan. Sering dia diadu dengan kawan-kawan lelakinya. Tidak seorang pun sanggup menandingi ketangkasan Mirah. Semua lelaki yang dihadapi dikalahkannya. Mirah sangat disegani dan tidak ada duanya di kampung Marunda.

Bapaknya merasa khawatir terhadap masa depan putrinya. Bagaimanapun Mirah adalah wanita, kelak memerlukan seorang pendamping, seorang pelindung, dan seorang suami. Kalau semua lelaki yang datang selalu ditolak, Mirah nantinya tidak menikah. la akan menjadi perawan tua.

Pada saat itu Asni melakukan penyelidikan ke Marunda. Dia ditegur penjaga gardu.

“Apa siang hari begini harus permisi juga?” tanya Asni.

Penjaga kampung Marunda tersinggung mendengar pertanyaan itu. Asni dipelototi dan segera ditendang. Namun, Asni sudah slap. Tendangan itu membuat penyerangnya hilang keseimbangan dan terjerembab. Kawan yang lain langsung memukul kepala Asni dengan tongkat. Dengan mudahnya Asni menangkap tangan penyerangnya, dipelintir sedemikian rupa hingga orang itu mengaduh kesakitan.

Kedua penjaga kampung itu segera an ke rumah Bang Bodong. Mereka lapor kalau mereka telah diserang seorang perusuh yang mabuk. Kontan Bang Bodong marah-marah. Dia mencari perusuh yang dimaksud. Tanpa banyak tanya Bang Bodong menyerang dengan jurus-jurusnya yang berbahaya. Repot juga Asni menangkis. Bang Bodong memang pendekar berpengalaman. Asni harus hati-hati mengambit langkah-langkah mengelak sehingga tidak heran kalau Bang Bodong hanya mendapatkan angin. Asni sigap sekali meloncat, bersalto ke belakang, koprol, dan berguling-guting. Akhirnya, Bang Bodong terengah-engah. Tanpa melakukan serangan balasan Bang Bodong sudah jatuh dengan sendirinya.

Mendengar ayahnya dikalahkan Asni yang jauh Iebih muda itu, Mirah seperti melayang saat lari menyerang ke arah lawan.

Asni justru senang menghadapi pendekar wanita yang mengamuk. Jurus-jurus Mirah sangat berbahaya. Mirah menggunakan tongkat. Hal itu membuat Asni jungkir balik. Elakan disertai tepisan tangan membuat Mirah terlempar ke kolam ikan. Tentu saja Mirah ditelan lumpur, tetapi dia bangkit kembali dengan cepat.

Kemudian, Asni diserang dengan pedang. Entah bagaimana caranya, pedang terlepas dari tangan dan Mirah terlempar ke pohon yang bercabang-cabang. Saat jatuh ke tanah, tubuh Mirah sudah ditangkap Asni. Mirah geram sekali, sementara Asni tersenyum-senyum. Hal itu membuat Mirah makin marah. Untung Bang Bodong mengikuti adu silat itu dengan saksama.

“Jodohmu datang juga akhirnya, Mirah,” kata ayahnya, “kamu harus terima dia sebagai pemenang yang jantan. Kamu tidak boleh ingkar janji. Dia berhak mengambilmu sebagai istri.”

Para pengikut Bang Bodong langsung bersorak. Asni diterima bekas musuhnya sebagai keluarga Baru. Pada saat itulah Asni menceritakan asal usul dirinya. Dia datang ke Marunda untuk mencari kawanan perampok. Dulu perampok itu merampok rumah Babah Yong di Kemayoran. Kalau sampai gagal menangkap kawanan perampok itu, dia akan masuk penjara.

Baik Mirah maupun ayahnya segera tahu siapa yang dimaksud. Tidak lain Tirta dan kelompoknya yang sering berbuat onar. Mereka tinggal di Karawang. Untuk menangkapnya tidak sulit, undang saja Tirta dan kawan-kawannya ke pesta perkawinan yang segera dilaksanakan di kampung Marunda.

Undangan disebar. Pesta dilangsungkan besar-besaran. Tamu-tamu Bang Bodong datang dari berbagai pelosok. Ketika Tirta datang, dia amat kaget bertemu dengan Bek Kemayoran. Ternyata bukan Bek saja yang dijumpai. Tirta juga melihat Tuan Ruys. Kemudian yang membuatnya paling tidak tenteram duduk adalah opas-opas dan para centeng Babah Yong. Mereka seperti sudah mengepung dirinya. Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang dapat dilakukan Tirta kecuali mengeluarkan pistolnya. Dia mengacung-acungkan senjata api itu ke arah Bek Kemayoran dan segera ditembakkan. Letusan itu membuat para tame panik dan bubar. Bang Bodong bermaksud menghalangi Tirta yang ingin menembak lagi. Pistol meletus dan melukai Bang Bodong. Pendekar tua itu terpental dan dadanya berdarah. Dia pingsan tidak sadarkan diri.

Singa Betina Dari MarundaTirta kabur dari tempat pesta itu. Opas-opas mengejarnya. Centeng-centeng ikut mengejar sambil menghunus golok masing-masing. Akan tetapi, dari semua mengejar itu justru Mirah paling cepat. Dia segera tampak berebut pistol derigan Tirta. Setelah beberapa saat berguling-guling di pasir pantai, tiba-tiba letusan pistol menggema. Tirta tampak berwajah pucat sambil merintih kesakitan.

“Pokoknya saya sudah lega dapat berjumpa denganmu, Mirah. Hanya Benda ini yang dapat saya berikan kepadamu,” kata Tirta.

Setelah bungkusan itu dibuka, Mirah melihat pending emas yang indah. Dengan terharu Mirah memperkenalkan Asni yang datang menyusul.

“Ini suami saya, Tirta,” kata Mirah.

Tirta dan Asni bertatapan.

“Kamu adik saya, Asni,” kata Tirta sambil memeluk, “kita satu ayah. Ibu saya dari Karawang, Ibumu dari Banten.”

Tidak lama kemudian Tirta kehabisan darah dan tidak bernapas lagi. Asni dan Mirah amat sedih. Bang Bodong sudah siuman dari pingsannya dan mendapatkan perawatan.

Beberapa minggu kemudian, Asni dan Mirah meninggalkan Marunda. Mereka telah menjadi pasangan suami istri yang berbahagia dan tinggal di Kemayoran sampai tua.

Sunday, April 3, 2011

Kisah Abu Nawas - Kisah 6 Ekor Lembu Yang Pandai Berbicara

Kisah Abu Nawas - Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.

“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”

Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”

Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.

Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”

Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”

Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.

Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”

Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”

“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”

“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.

Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”

Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.

Sumber bacaan: Alkisah Nomor 02 / 19 Jan – 1 Feb 2004

http://www.myagrotani.com/myagrotani_com/media/Image/lembu.jpg

Saturday, April 2, 2011

Cerita Cinta - Hidupku Antara Cinta dan Dosa

Cerita Cinta - Kisah ini adalah salah satu kisah kelam dalam hidupku, kutuliskan agar mendapat hikmah bagi para pembaca

Aku menjalin hubungan dengan seorang wanita yg sudah berkeluarga, aku sendiripun tidak pernah menyangka ini akan terjadi. Pada awalnya aku hanya menganggapnya sebagai seorang kakak saja.

Mungkin benar kata pepatah jawa “tresno jalaran soko kulino”, mungkin karena terlalu sering berjumpa dan ngobrol membuat kami berdua jatuh cinta. Walaupun bincang-bincang kami pada awalnya hanya melalui ponsel saja tetapi rasanya rindu dan selalu ingin menelponnya setiap hari.

Barangkali si mbak ku ini juga merasa kesepian karena suaminya sering keluar kota. Jadi Mbak merasa leluasa ngobrol sebebasnya denganku sampai larut malam.

Hubungan via ponsel dengan Mbak berlangsung lama hingga suatu hari kami sepakat untuk bertemu dan jalan-jalan berdua. Sikapnya yang aneh dan perhatiannya yang begitu besar kepadaku membuatku hanyut dan menikmati saat-saat itu.

Hari itu, dia mengatakan sangat bahagia dan saat kudaratkan ciuman ke keningnya dia tidak menolak dan bahkan dia memejamkan dua metanya tanda kalau dia menyukaiku.

Sejak pertemuan pertama itu, kami semakin sering bertemu dan hubungan kami tidak lagi sekedar jalan-jalan saja tetapi sudah layaknya suami istri. Kami melakukan hubungan itu tanpa rasa canggung lagi.

Hingga suatu hari, apa yang selama ini aku takutkan akhirnya terjadi. Saat suatu malam saat aku sedang asik sms an dengan Mbak, tiba-tiba dering telpon masuk dari nomor Mbak. Tanpa pikir panjang aku langsung mengangkatnya tetapi suaru yang ku dengar bukan suara Mbak tapi suara laki-laki yang tak lain adalah suaminya.

Bukan kepalang kagetnya aku dan belum hilang kagetku aku masih harus masih menjawab serentetan pertanyaan darinya dan dari belakang telepon kudengar suara Mbak meminta maaf, suara tangisanya terdengar..

Dengan berbagai alasan aku mengelak semua tuduhannya tapi dia tak pernah percaya telpon pun terputus.

Sejak malam itu aku tak bisa berhubungan lagi dengannya, karena dia enggak masuk kerja dan telepon juga tidak pernah aktif. Hingga suatu hari, aku dapat telepon darinya dengan memohon maaf dan ucapan perpisahan darinya sungguh tak sanggup aku menerimanya..

Hidupku serasa pincang dengan hilangya dia dari hidupku, enggak ada semangat yang terpancar dari diriku sedikitpun, tapi aku mulai menerima semua demi kebahagianya bersama keluarga yang telah dipilihnya,….semoga bahagia.. maafkan smua kesalahanku

Andi – Bogor

Friday, April 1, 2011

Cerita Mistis Mabar

Cerita mistis - Makam ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Terletak di Mabar, KM 9,2, tak jauh dari jalan raya, Medan-Belawan. Dengan memasuki sebuah lorong kecil, kira-kira berjarak seratus meter, tampaklah sebuah makam yang sangat unik. Yang memiliki nisan yang berarsitektur kuno.

Menurut sumber yang di dapat oleh www.metrogaib.com, makam tersebut, adalah sebuah makam dari seorang pengembara. Beliau berasal dari ujung Sumatera, Nangroe Aceh Darussalam.

Masyarakat sekitar makam, tak ada yang mengetahui dengan pasti, nama dari orang yang disemayamkan dimakam itu. "Namanya aku tak tahu. tapi setahu aku, yang dikuburkan di situ, seorang yang datang dari Aceh," ujar seorang warga yang tak ingin namanya dikorankan.

Dengan dilindungi sebuah pohon yang rimbun, makampun terlihat sejuk. Sinar mentari pun, tak tembus ke makam itu. Dengan nisan yang berbeda, dari makam-makam yang sering kita lihat, makam ini juga, memiliki cerita mistis.

Cerita mistis yang ada, antara lain adalah, penghuni makam yang sering menampakkan wujudnya. Dan di sisi makam, terdapat sebuah lobang, menurut warga setempat, lobang tersebut dihuni seekor ular siluman.

Walau tak berapa indah, namun makam ini tampak terlihat bersih. Jika ada yang mengotori makam ini, akan mendapatkan ganjaran. Berupa sebuah penyakit. Dan penyakit ini, tak mudah di obati.

Seperti penuturan seorang nenek, yang telah bertahun-tahun tinggal di tempat itu.

"Sekitar tahun delapan puluhan, masyarakat yang berdomisili di kawasan ini, selalu mematuhi peraturan, yaitu tak ada yang berani, mengotori makam yang bisa dibilang keramat," ucap nenek yang biasa dipanggil nek Ijah.

Bagi yang melanggar larangan tersebut, pasti akan terkena musibah. Musibah yang datangpun, dapat menulat ke orang lain, atau orang yang terdekat. "Tak hanya yang mengotori saja yang kena, bisa juga keluarganya ikut kena penyakit," tambah Nek Ijah, yang tambah semangat bercerita.

Biasanya, Sakit yang diderita, susah untuk mendapatkan obatnya. Karena sakit tersebut, datang dari hal yang ghaib. "Penghuninya adalah makhluk gaib, dan hanya ingin sekitar tempatnya terlihat bersih," ujar nek Ijah.

Tak hanya orang lain, anak nek Ijah pun, pernah mengalami sakit. Sakit tersebut datang, setelah anaknya membuang sampah ke makam. Sebenarnya, anak nek Ijah tak sengaja membuang sampah.

Saat itu, ia sedang menyapu rumahnya. Dan tanpa sadar, sampahnya di buang ke arah makam. Keesokan harinya, anak Nek Ijah, mengalami sakit panas tinggi. Dan mengerang-ngerang seperti orang kemasukan.
Mengetahui sakit yang dialami anaknya, nek Ijah bertanya, "Apa yang engkau lakukan semalam," ucap nek Ijah kepada anaknya. "Mungkin karena sembarangan buang sampah mak. Tanpa sengaja, aku buang sampah ke kuburan itu," jawabnya.

Nek Ijah pun, menyiapkan sesajen untuk permintaan maaf. Dengan sedikit ritual, Nek Ijah meminta maaf atas apa yang diperbuat anaknya. Yang ditujukan kepada penghuni makam tersebut. Dan meminta kesembuhan anaknya, dari penyakit yang dideritanya. Dan sesajen yang telah tersedia, diletakkan di atas makam.

Kelang satu hari, keadaan anak nek Ijah, semakin membaik. Dan panas tinggi, yang dideritanya juga sudah menurun. Sejak saat itulah, nek Ijah memperingati keluarganya, agar tidak mengotori makam tersebut.

Bertemu Dua Orang Berpakaian Kerajaan Melayu

Jali yang tinggal tepat di samping makam, bercerita kalau ia sering didatangi dua orang, dengan berpakaian kerajaan Melayu.

Dua makhluk gaib yang sering mendatangi Jali, datang dengan wujud laki-laki dan wanita. Jali juga sering bermimpi dengan kedua orang makhluk halus tersebut. Dan yang paling mengejutkan Jali adalah, kedua makhluk halus dengan wujud manusia, datang dan pergi dari makam yang ada di samping rumahnya.

"Saat pertama aku didatangi oleh kedua orang itu, aku sungguh terperanjat, dan terdiam, sambil terus memandangi kedua orang itu. Hanya beberapa detik saja, berlalu meninggalkanku," ucap Jali yang seakan tak percaya.

Keesokan harinya, kedua makhluk gaib itu, masih mendatangi Jali, setelah itu pergi lagi. Karena penasaran, Jali mengikuti kedua makhluk tersebut. Tak disangka oleh Jali sebelumnya, ternyata mereka berdua, hilang ditengah makam

Kelang dua hari berikutnya, Jali yang sedang tertidur, terbangun dari tidurnya, karena mendengar suara ribut-ribut dari dapurnya. Suara yang berasal dari dapurnya itu, seperti suara sendok yang berlaga dengan piring.

Ingin mengetahui apa yang terjadi di dapur rumahnya, Jali segera bangkit dari peraduannya. Dengan perlahan, ia melangkahkan kaki menuju dapur. Dan setelah tahu apa yang dilihatnya, darah Jali berdesir seketika.

"Aku terkejut sekali, apa yang kulihat seperti mimpi. Aku melihat dua orang sedang asyik menyantap makanan," ujar Jali, yang melihat dua orang, yang mendatanginya sebelumnya.

Jali yang tak berani mendatangi kedua makhluk tersebut, hanya mengintip dari kain pintu saja. Seakan tak mengetahui, kalau ada manusia yang mengintip, Kedua makhluk tersebut, masih tetap menyantap makanan Jali.

Setelah menyantap makanan tersebut, sepasang makhluk gaibn itu, memandang kearah pintu, dimana tempat Jali mengintip. Sepasang makhluk gaib itu tersenyum dan pergi, dengan menembus dinding dapur yang terbuat dari kayu.

Karena seringnya, didatangi makhluk halus, yang berpakaian kerajaan Melayu, akhirnya Jali mendatangi seorang paranormal. Dan menceritakan kejadian aneh yang telah dialaminya.

Menurut keterangan dari Paranormal tersebut, sepasang makhluk gaib yang sering di jumpai jali, adalah jelmaan dari penunggu makam. Yang dapat merubah bentuk atau wujudnya.

"Jangan khawatir, makhluk itu tak akan mengganggu, selagi masyarakat disini, tidak merusak tempatnya, makam keramat," ucap Jali, menirukan apa yang dikatakan paranormal yang ditanyai.

Setelah konsultasi dengan Paranormal tersebut, hati Jali pun menjadi sedikit lega. Walaupun masih sering didatangi, Jali menganggapnya hal yang biasa. Hingga lama kelamaan, sudah jarang terlihat, sepasang makhluk yang sering mendatangi Jali.

"Kalau sekarang, mereka sudah jarang mendatangiku," ujar Jali mengakhiri kisahnya, tentang penampakan yang pernah ia lihat. Tak hanya Jali yang mengalami kisah aneh, seorang tetangganya juga punya cerita, tentang makam misterius yang menjadi keramat.

Ular Siluman Penunggu Makam

Kisah ini, diceritakan oleh Iwan, seorang warga Mabar, yang tinggal tak jauh dari makam tersebut. Kala itu, Iwan sedang tak enak badan. jadi, iwan pun terpaksa minta cuti, tak masuk kerja. "Kalau dipaksa, takut nanti aku tak sanggup," ujar Iwan, yang bekerja disalah satu Pabrik di Kawasan Industri Medan.

Pukul dua siang, Iwan bangkit dari tempat tidurnya. Dan memanggil Leli, Istrinya. "Tolong buatkan aku kopi," ujar Iwan kepada Leli. Karena tak ada air panas, Leli beranjak ke dapur, untuk memasak air.

Setelah air untuk dimasak tersedia, Leli pun menuju kompor. Naamun, alangkah terkejutnya Leli saat ingin meletakkan baskom isi air ke kompor. Tepat diatas kompor, telah melingkar sebuah ular, yang berukuran tak begitu besar. Kira-kira sebesar pergelangan tangan anak bayi.

Karena terkejut, Leli menjerit. Dan berlari kesuaminya. "Ada ular bang, di atas kompor," jerit Leli kepada Iwan. Mendengar jeritan Leli, Iwan mengambil sapu ijuk. Dengan perlahan mengangkat ular tersebut.

Entah mengapa, ular itu tak bisa terangkat. Karena kesal, Iwan menghantamkan sapu ijuk, ke badan ular itu. "mungkin karena terlalu kuat, ular itu bangkit dan menyerangku," ucap Iwan.

Saat ular tersebut menyerang, Iwan dengan sigap, mengayunkan sapunya. Dan terjadilah keanehan diluar akal manusia, ular tersebut lengket diasbes rumahnya. Iwan pun seakan tak percaya.

Dengan segera, Iwan berlari ke rumah Tok Onde. Karena Tok Onde, salah satu warga yang telah lama menetap di kawasan itu. Iwan pun mengajak tok Onde ke rumahnya.

Sementara di dalam rumah Iwan, adiknya yang bernama Budi, sedang berusaha menjolok Ular yang ada di asbes. Dan usahanya berhasil, ular tersebut jatuh ke lantai.

Tak lama kemudian tibalah Iwan bersama Tok Onde. "Jangan ada yang menyentuh ular itu," ucap Tok Onde. Dengan mulut yang bergerak-gerak, Tok Onde menengadahkan tangannya.
Secara tiba-tiba, ular tersebut kembali menggulungkan badannya. Namun masih berada di dalam ruang dapur Iwan. Lalu Tok Onde menyuruh Iwan, untuk mengambil beras kuning, garam, dan kembang tujuh rupa.

Setelah apa yang diminta Tok Onde tersedia, dengan membaca doa-doa, Tok Onde menyiramkannya ke arah ular tersebut. Tak berapa lama, ular tersebut berjalan perlahan, menuju liang yang ada disamping makam.

Menurut Tok Onde, ular tersebut, adalah penghuni makam yang keramat itu. Dan itu adalah ular siluman. Yang juga bisa merubah-ubah bentuk. "Ular tersebut, sekaligus menjaga kampung kita ini," ucap tok Onde kepada Iwan.

Esoknya, keanehan pun terjadi. Budi yang baru bangun dari tidurnya, tak bisa menggerakkan kepala. Kepala Budi, teleng di sebelah kanan. Budi pun dibawa ke seorang paranormal. Dan paranormal itu pun, menyembuhkan derita Budi.

Dengan terawangan yang dilakukan paranormal tersebut, diketahui, Budi terkena penyakit akibat kesalahan yang dilakukannya. Yaitu, dengan sembarangan memukul ular siluman.

Itulah kisah mistis yang ada di makam yang terletak di KM. 9,2 Mabar. Makam tersebut, dihuni oleh makhluk halus yang dapat merubah bentuk. "Dulu, ada juga wartawan yang datang kemari, kemudian dia mengambil gambar kuburan ini. sayangnya, setelah dicuci cetak, hanya lembaran kosong yang tampak," ujar Iwan.

Sumber : metro gaib